Hari Guru Dalam Gagasan Millenial

Nama : Yudha Adi Pangestu
Kelas  : XII IPS 3 (35) 

Hari Guru Nasional dalam Gagasan Kaum                                  Muda Milenial

https://m.republika.co.id/amp/pg95p9291


Pada tanggal 25 November 2020 hari itu diperingati sebagai Hari Guru Nasional yang ke 75 tahun. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomer 78 Tahun 1994 menetapkan bahwa setiap tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional (HGN) atau bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Guru adalah orang yang mendidik, mengadakan pengajaran, memberi bimbingan, menambahkan pelatihan fisik atau non fisik, memberikan penilaian, dan melakukan evaluasi berkala berkaitan dengan satu ilmu atau lebih kepada seluruh peserta didik. 

Milenial adalah kelompok demografi setelah Generasi X. Tidak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini. Para ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980-an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an sebagai akhir kelahiran.  

Peranan guru sangat penting bagi kita, guru sebagai pengajar bagi anak didiknya, guru juga sebagai orang tua kita saat disekolah dan guru juga sebagai pembentuk karakter kita.  Di era yang serba instan ini, ada tokoh yang bisa menjadi panutan, yaitu Ki Hajar Dewantara yang semboyan itu begitu bermanfaat dan bermakna tinggi yang sangat tepat di terapkan oleh seorang guru”ing ngarso sung tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani” artinya” didepan member teladan, dibelakang memberikan dorongan”. Jika semboyan ini diterapkan oleh guru  dengan baik maka guru tersebut akan disukai dan mudah diterima oleh peserta didik milenial.

Hari guru dilatarbelakangi oleh lahirnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang dulu bernama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) pada 1912. PGHB tidak memandang latar belakang pendidikan, suku dan agama sehingga anggotanya tidak terbatas dari semua kalangan seperti guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah dengan latar belakang pendidikan beragam yang umumnya mengabdi di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua. Pada tahun 1932 PGHB berubah nama menjadi persatuan guru Indonesia (PGI) yang sempat membuat was-was pemerintah Kolonial Belanda karena penggunaan kata “Indonesia” dianggap mengorbangkan semangat nasionalisme. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia perkumpulan atau perserikatan dilarang, termasuk PGI, sekolah-sekolah ditutup diganti pendidikan dasar dengan pelajaran bahasa Nippon dengan huruf katakana dan kanji. Bahasa Indonesia hanya dipakai sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar. 

Setelah di Proklamasikan kemerdekaan Indonesia diselenggarakan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24-25 November 1945 di Surakarta. Di dalam kongres ini, mereka sepakat menghapus segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama dan suku. Lalu, pada 25 November 1945, kongres juga sepakat untuk mendirikan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan. Sejak Kongres Guru Indonesia itu, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). 

Pada era millenial sekarang ini semua sudah berbaur dengan teknologi. Bahkan, sesuatu yang dikerjakan manusiapun kini sudah dikerjakan oleh mesin dan teknologi. Guru sebagai manusia biasa tentu mempunya kekurangan dan kelebihan dalam aktifitas mengajarnya. Tidak semua guru itu mengerti akan teknologi yang beredar, apa lagi guru yang usia nya telah menginjak 50 tahun ke atas, ini lah yang menjadi titik pokok tantangan bagi seorang guru yang mengajar di era milenial ini. 

Namanya saja sudah era milenial, para peserta didiknya pun tentu peserta didik milenial. Untuk itu, perlu mengetahui dulu tentang apa itu Guru milenial dalam konteks pendidikan. Dimasa sekarang ini, era teknologi itu dapat merubah pola pikir manusia, termasuk anak didik di era milenial ini. Oleh sebab itu, terdapat beberapa tantangan guru milenial, antara lain sebagai berikut:

1. Siswa itu terbiasa dengan teknologi, maka imbangi dengan pemahaman guru terhadap teknologi agar tidak kalah dengan peserta didiknya. Ini merupakan tantangan yang cukup besar bagi guru.
2. Haru lebih mengetahui tentang teknologi. Ini juga tak kalah penting. Salah satu tangangan bagi guru di era milenial ini adalah mengetahui tentang teknologi. Secara khusus, tantangan ini dimaksudkan pada diri sendiri, tentang bagaimana guru itu beradaptasi di era milenial ini.
3. Mengontrol emosi siswa. Biasanya, para peserta didik yang senang dengan teknologi emosinya susah sekali untuk dikonrtol. Oleh sebab itu, bila guru memahami akan hal ini, maka cara yang ampuh adalah memahami terlebih dahulu tentang algoritmanya, kemudian memahamkan peserta didik. 

Dari ketiga poin di atas, dapat disimpulkan bahwa di era milenial ini, guru harus memiliki pengetahuian tentang internet. Sebab dalam era ini internet itu menyebar dengan begitu luas dan tidak ada batasan akses padanya. Artinya, para peserta didikpun juga turut dapat mengakses. 

https://salamadian.com/pengertian-guru/

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Milenial

https://www.kompasiana.com/diajengjuwitaningrum3533/5e721a38097f363fe61158a2/peran-guru-di-era-milenial

https://permitbeijing.com/sejarah-hari-guru-nasional-25-november/

https://pendidikmilenial.blogspot.com/2019/04/peran-guru-di-era-milenial.html?m=1
 https://pendidikmilenial.blogspot.com/2019/04/tantangan-guru-milenial.html?m=1









Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGAS RESUME SEJARAH

Pengalaman Belajar dari Rumah